Selasa, 08 Januari 2013

Hari ke-8: Teru-teru Bozu

Jakarta, 8 Januari 2013,


Sudah menjadi pekerjaan biasa, bertapa setiap hari di depan jendela. Menatap keluar bingkai, lalu merasakan tubuh yang terombang-ambing angin - saking ringannya. Memaksa lamunan untuk tumbuh berkala, sampai bercabang banyak dari kepala plontosku.

Aku memang tak pernah sebatang kara, meskipun aku tak punya orang tua - atau lebih tepatnya, tak ada jabatan orang tua dalam kamus hirarki keluargaku.

Aku - dan sebangsaku - diciptakan sama. Menjadi gerombolan biksu yang memuja cahaya matahari. Mungkin sebenarnya, bintang raksasa panas itu adalah ayahku. Ya, siapa yang tahu? Aku memang tak pernah tahu.

Kami bersemedi seharian penuh. Rela menggantungkan tubuh di atas seutas tali, sembari mengucap doa. Mantra. Cerita. Harapan. Semoga esok hari, matahari tetap di sini, semoga nanti, hujan enggan kemari, demikian rangkaian kata yang kami lafalkan setiap saat.

Aku memang tak pernah bosan, meskipun mengucap doa yang sama setiap harinya.

Tapi, ternyata, biksu tissue sepertiku masih punya anugrah Tuhan yang disebut dengan: rasa. Jatuh cinta, demikian istilah yang sering digunakan manusia.

Rasa yang membangkitkan kupu-kupu di perutku. Membuat wajahku bersemu, tersipu-sipu. Malu-malu untuk bertemu, tak mampu memalingkan wajahku, bahkan membuatku mati kutu dan membisu.

Tapi, nyatanya, rasa berbuah lara.

Aku membelot dari tugasku sebagai biksu. Aku tidak lagi mengucap doa. Aku lebih suka murung dan menyendiri, lalu merenung dan melamun. Bahkan, aku menjauh dari gerombolan biksu tissue.

Aku tidak bosan berdoa, sungguh. Untuk bergantung dan melayang pun, aku tidak pernah lelah, sungguh!

Lantas, kenapa?

Karena nyatanya, aku gagal menjadi teru-teru bozu.

Ya. Aku jatuh cinta pada mozaik hujan di kaca jendela. Menyaksikannya berbayang seperti sebuah kaleidoskop warna-warni. Melihat tetesan air yang jatuh perlahan, seolah sedang berkejar-kejaran satu sama lain. Dan juga, menyaksikan embun yang menyelimuti kaca bening tersebut.

Aku jatuh cinta, pada sesuatu yang harus kutunda. Kujauhi. Kubuang. Kukucilkan.

Tapi, inilah rasa. Datang dan pergi tanpa bisa diprediksi.

Dan doaku pun berubah:
Tuhan, semoga matahari berlibur panjang hari ini, semoga hujan sudi mampir kemariDan aku bisa melihat sang mozaik kembali. 

Aku tidak ingin jadi biksu tissue lagi.

Teru teru bōzu adalah boneka tradisional Jepang yang terbuat dari kertas atau kain putih yang digantung di tepi jendela dengan menggunakan benang. Jimat ini diyakini memiliki kekuatan ajaib yang mampu mendatangkan cuaca cerah dan menghentikan atau mencegah hujan

Dalam bahasa Jepangteru berarti "bersinar" atau "cerah", dan bōzu dapat berarti bhiksu, atau dalam bahasa pergaulan masa kini dapat berarti "kepala botak"; kata itu juga merupakan istilah akrab untuk menyebut bocah lelaki.

(sumber: Wikipedia)

#nowplaying Sondre Lerche - I Guess It's Gonna Rain Today

:)

-penceritahujan-

1 komentar:

  1. Gue sukaaa banget sama pstingan teru-teru bozu ini kak!!! Sukseees terus yaa :D

    BalasHapus