Selasa, 01 Januari 2013

Hari Ke-1: Pedestrian Ceria di Tengah Kota

Jakarta, 1 Januari 2013,

Foto ini diambil oleh Bulky-yang-entah-nama-aslinya-siapa

Sebelum-sebelumnya, saya selalu menghabiskan waktu pergantian tahun di seputaran Bandung, kota kelahiran yang sangat saya cintai. Tak perlu bersusah payah untuk melihat kembang api, cukup dengan berkumpul dengan orang-orang terdekat, barbeque sembari menonton DVD. Semuanya terasa sangat lengkap.

Tapi, tak begitu adanya dengan tahun ini.

2012 merupakan tahun perdana saya sebagai seorang anak rantau ibukota, dengan jumlah relasi yang tak seberapa banyak, dengan jarak yang cenderung cukup berjauhan dan dengan aktivitas yang berbeda-beda pula.

Kesepian? Lumayan. Saya nggak tahu harus menghabiskan detik-detik akhir 2012 dengan siapa, dan dimana. Waktu dan keuangan yang "kejepit" pun tidak memungkinkan saya untuk pulang ke Bandung hari itu. Ya sudahlah, ceritanya saya pasrah saja.

Alhasil, Car Free Night, sebuah pesta rakyat pertama yang diadakan oleh Sang Gubernur baru, Joko Widodo, alias Jokowi, menjadi sasaran penasaran saya untuk mencoba merasakan waktu-waktu penuh euforia ini di kota Jakarta.

Dan, siapakah partner in crime yang telah berjasa besar menyelamatkan saya dari "spasi" berjudul sepi ini?

Inisial nama aslinya adalah: MNR, dan FYI, saya juga belum pernah tahu kepanjangan dari MNR itu apa. Saya biasa memanggilnya Bulky.

Siapakah Bulky? Sesosok kawan dunia maya, yang sering sekali menjadi partner perbincangan bodoh di kala malam tiba, tapi tentunya lewat jejaring sosial saja. Kebetulan, makhluk dunia pergaulan Ciledug, Jakarta ini juga tak memiliki rencana jelas untuk menghabiskan detik-detik akhir di tahun 2012 kemarin. Alhasil, saya, yang juga janji bertemu dengan beberapa kerabat kantor, berangkat ke bilangan Sudirman, bersama sesama makhluk Barat ini.

So, bagaimana perjalanan saya dan sang partner - Bulky - malam itu?

Petualangan kami dimulai dengan menembus gerimis yang merundungi ibukota, selepas pukul 9 malam, bersama Kunkun, sang vespa kuning berhiaskan aksesori penutup ban motif leopard. Mengingat konsep car free night ini adalah membiasakan masyarakat untuk berjalan kaki, tak heran bila sepanjang kurang lebih 7km Jalan Sudirman ditutup dari kendaraan bermotor. Hanya pedestrian serta pesepeda lah yang bisa memasuki area ini.

Kami parkir di Gelora Bung Karno, dan akhirnya berjalan melewati jalan protokol yang ternyata sangat-sangat-sangat panjang bila ditempuh dengan berjalan kaki ini.

Acara pesta rakyat ini memang seperti pesta rakyat pada umumnya. Layaknya acara Tahun Baru seperti biasanya. Didominasi oleh panggung-panggung, yang berisikan beragam penampilan, mulai dari tarian tradisional, lagu-lagu khas Betawi, hingga wayang kulit saja ada disana. Tak lupa dengan bunyi kembang api, yang menggelegar, meskipun tak nampak dari kejauhan, tertutupi oleh awan mendung di atas langit ibukota.

But anyway, saya punya keyakinan, sebuah acara akan terasa seru, tergantung dari perspektif masing-masing pengunjung.

Gerimis turun perlahan, sampah dimana-mana, belum lagi berada di tengah lautan manusia dengan aroma yang beragam pula. Jika saya ingin mengumpat, maka saya bisa saja mengeluh dengan wajah cemberut. Kenapa jalannya jauh sekali, kenapa malam itu hujan, kenapa penuh sumpek sesak dan kenapa jalanan menjadi begitu kotor.

Tapi, menjadi kritikus merupakan keahlian mendasar seorang manusia. Mengeluh merupakan sebuah hobi esensial.

Akhirnya, saya menemukan sisi menyenangkan tersendiri dari Malam Tahun Baru 2013 ini.

1. Saya adalah asap, dan Bulky merupakan sumbu apinya. Lelaki artsy ini sering memancing saya melontarkan komentar-komentar bodoh terhadap penampilan para pengunjung Car Free Night lalu. Sepanjang jalan, kami seperti orang tersempurna di dunia. Yang paling juara, adalah ketika kami melihat sosok berhelm, tapi berpayung pula. "Persiapannya maksimal itu," tukas Bulky sembari menahan tawa.

2. Obrolan ngaco, selalu menghiasi perbincangan kami, baik dalam dunia maya atau nyata. Salah satunya mengenai anti-mainstream, yang telah menjadi konsep berpikir para hipster belakangan ini. Demi menjadi hipster, yang melawan arus generalisasi, teman bodoh saya itu mengajak saya berfoto di depan mobil toilet. By the way, sepertinya kami berjodoh dengan mobil jingga tersebut, sampai perjalanan pulang pun kami bertemu dengan mobil itu. Is this a sign?

3. Kami berjalan kaki dari GBK menuju Bunderan HI, lalu kembali ke GBK lagi, untuk berjejal di antara lautan manusia, demi melihat kembang api, walaupun sebenarnya kami lebih banyak melihat payung. Tapi, nggak apa-apa. Saya selalu senang melihat kembang api.

4. Bulky suudzon terus! Sang teman baru ini selalu menyangka saya menggunakan trik-trik khusus agar meminimalisir penggunaan biaya dengan uang saya sendiri. Mulai dari belum mengambil uang dari mesin ATM, sampai pemakaian uang besar untuk membeli air mineral, sampai akhirnya saya harus meminjam uangnya. (ini padahal beneran lho!)

5. Perbincangan panjang yang saya lakukan bersama Bulky, mulai dari yang serius sampai ngaco. Dimana dia mengejek kesukaan saya dengan aroma cat semprot (piloks) atau dia salah mengira tentang orientasi kesukaan saya. Puhlease Bulky!

6. Dan, seperti biasa, cerita ini selalu diakhiri dengan sedikit masalah bersama Kunkun. Tetiba, ban vespa kuning itu bocor, entah kenapa. Sepertinya sih modus kriminal, tebar paku, tapi ya sudahlah.

Seperti apapun acaranya, dimanapun tempatnya, kapanpun waktunya, pembawa bahagia bisa datang dari mana saja, kan? 

Awal tahun seperti ini membuat saya berpikir, bahwa saya harus lebih berpikir hal-hal pembuat bahagia di 2013 ini.

Selamat Tahun Baru, semoga semua orang bahagia. Semoga saya bahagia. Dan semoga kamu bahagia.

#np Ballads of The Cliche - Under The Beautiful Money Sky

:)



-penceritahujan-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar