Jumat | dua lima | nol dua | dua ribu sebelas | enam lebih tiga sembilan
Lagi - aku, Si Hujan, mengintip dari balik awan cerah.
Cuaca panas hari ini dan Hujan gabisa turun ke bumi. Maaf *senyumsedih*
Hujan harus kerja, kemarin-kemarin kan aku udah mangkir kerja dan tetesan-tetesan hujan untuk bulan Oktober-November nanti pun terbengkalai. *Maaf kawan-kawan hujan.
Jadi yang Hujan bisa lakukan cuma melihat kamu tampak dekat dari layar komputer,
tepatnya dari dunia perfesbukkan.
Melihat kamu baik-baik saja, tampak berjaya dan menjadi idola pada musim panas seperti ini.
Udah cukup, cukup menerbitkan senyum di muka Hujan.
Pertemuan kita waktu itu cukup membuat Hujan tersentuh oleh kamu - yang bernama Conello - dengan segala apa adanya kamu. Meskipun ada kacangnya dan coklatnya, bukan termasuk salah satu rasa favorit Hujan, bukanlah rasa Strawberry atau Grape yang tertera di etalase sana. Ah, Conello, kamu udah megang tempat tersendiri di hati Hujan.
Rasa kangen ini mungkin ga kebendung, Conello! Ingin kembali merasakan rasa vanilla yang manis, ditambah kacang yang terkesan cowok banget dan juga coklat yang agak-agak pahit itu. Tapi Conello, Hujan pun melihat sebangsamu sudah menanti di muka bumi, menanti kedatanganmu tiap hari, tak seperti aku yang kadang ada dan kadang tiada - itu pula yang menyebabkan keinginan Hujan berjumpa lagi denganmu terhambat. Hujan cuma ingin Conello baik-baik saja. Semoga suatu ketika, Hujan bisa berkata "Hallo Conello" kembali.
Jadi, gapapa kan Sang Hujan yang ga seberapa ini cuma ingin menulis surat rindu untuk Sang Conello? Kisah yang absurd, sekali lagi sangat absurd. Ga bisa dibayangkan seperti apa bila Hujan disandingkan dengan Conello? Tapi itulah hebatnya kata #rindu , ga perlu gengsi, logika dan perkenalan yang terlalu lama untuk merasakannya. Terimakasih Cerita Hujan, terimakasih Conello.
.penceritahujan.250211.halloconello.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar