Halo, hay, hola, selamat sore. :)
Hari itu aku sedang bermain-main di Istana Hujan, menari-nari dan beristirahat bersama para tetesan air yang manis, menikmati lembayung senja. Lalu, aku melihat seonggok pesawat kertas melayang di sana. "Pluk!" dia jatuh tepat di pangkuanku.
Kuintip lipatan itu. Tertulis di sana, untuk Hujan, ujarnya. Pesawat kertas itu berasal dari bumi, ujar salah satu mata-mataku. Ya, aku lancang ya buka-buka surat buat Bos Besar, tapi aku penasaran banget!
Kubuka satu per satu garis-garis yang menebal dan berbayang. Terlihat namamu di situ, @itatash | seorang penggemar hujan, sama sepertiku.
"Orang-orang selalu mengatakan bahwa kau ini spesial –termasuk aku. Bahkan ada yang bilang bahwa kau itu terdiri dari 1% air dan 99% rindu.
Apa itu benar? Bagiku, iya. Kau selalu berhasil membuat orang merenung, merindu, dan menyendu. Apa kau sendiri menyadarinya? Apa kau tahu, bahwa aku pun pernah jadi salah satu korbanmu? Tapi, tidak semuanya salahmu.
Rindu memang semestinya datang pada waktunya. Entah itu ada sosokmu, atau tidak. Hanya saja terkadang kau seperti backsound (dung-dung-deng) di balik adegan menegangkan dalam sinetron-sinetron norak di televisi : mendramatisir cerita.
Sekali lagi, itu bukan salahmu. Kamilah –manusia- yang terlalu mudah terbawa suasana."
Hanya beberapa untai paragraf yang sempat aku baca, aku tak ingin ketahuan bila aku mencuri-curi baca suratmu, aku tak sopan.
Omong-omong aku tersentuh lho @itatash. Aku seorang penggemar Hujan, yang sangat mencintainya apa adanya, baik-buruknya, kisah manis dan romantis, bahkan cerita pahit yang ia bisikkan padaku kemarin sore.
Omong-omong aku tersentuh lho @itatash. Aku seorang penggemar Hujan, yang sangat mencintainya apa adanya, baik-buruknya, kisah manis dan romantis, bahkan cerita pahit yang ia bisikkan padaku kemarin sore.
Tahukah kamu? Kenapa hujan terdiri dari 1% air dan 99% rindu? Kenapa hujan bisa memunculkan rasa sendu seketika, dan meracuni otak manusia agar menggali kotak masa lalu yang telah lama terendam? Memutarnya kembali bak piringan hitam, atau video hitam putih yang tersimpan di memori?
Suatu ketika, Hujan berbisik padaku tentang sebuah rahasia. Hujan mencintai Bumi, apa adanya. Setiap enam bulan dalam satu tahun, Hujan tak pernah lelah mengunjungi Bumi, melihatnya tersenyum ketika titik-titik air membasahinya, mencium aroma rumput yang terkena tetesan-tetesan itu. Hujan hanya bisa menyampaikan kisah rindunya ini untuk beberapa saat, lalu kemudian menunaikan kewajibannya kembali di atas langit. Meninggalkan Bumi yang tak bisa beranjak kemanapun.
Bahkan, bulan Desember menjadi sebuah berkah bagi Hujan dan Bumi. Tuhan memperbolehkan mereka untuk selalu bersama setiap saat. Kala itu, Hujan diberi masa liburan, bermain ke rumah Bumi dan piknik sepanjang hari. Satu bulan yang dipenuhi oleh limpah ruah rasa rindu sesosok Hujan pada Bumi.
Apakah Hujan menangis? Dia menangis bahagia kok. Pertemuan Hujan dan Bumi menerbitkan sebuah pantulan senyum dari keduanya, yang dibiaskan oleh sinar matahari. Pelangi, menjadi wujud dari rasa rindu itu. Manis ya?
Sekarang, sudah waktunya Hujan meninggalkan Bumi. "Ini sudah musim panas," ujar Bumi. "Kamu baik-baik ya di sana, Hujan?".
Hujan masih menitipkan rindunya pada setetes embun, yang mungkin menempel di kaca rumahmu. Jika kelak kamu menemuinya, tolong bisikkan perlahan, "Hai Embun, jangan lupa sampaikan surat kecil untuk Bumi dari Hujan ya," maklum, Embun agak pelupa. Dia mudah terlelap dalam tidurnya yang hampa.
Semoga senyuman Hujan pun bisa kamu rasakan ya @itatash . Sekedar teaser, mungkin suatu hari kita harus bertemu. Mungkin aku dan kamu adalah sesama manusia Planet Hujan yang dianugrahi sebuah keajaiban. Bila sesama penghuni planet maya ini bertemu, maka Hujan akan mengutus anak buahnya - Sang Gerimis - untuk turun ke Bumi, kembali menyampaikan surat demi surat penuh rindu, yang pastinya meresap melalui pori-pori kulit manusia, menghimpit hatiku dan juga benakmu. :)
#nowplaying Efek Rumah Kaca - Desember
Salam hangat dari Istana Hujan, dia berkata, "Terimakasih".
-penceritahujan-
~ Surat Balasan untuk Surat Cinta @itatash "Hujan dan Alasan" ~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar