Senin, 04 Juni 2012

Cerita Nona Sumbu Api #1

Pencerita Hujan, aku mau cerita, boleh?
 
Hari ini, aku mengetuk lagi cangkang milik Tuan Telur. Aku ingin menghangatkannya dengan tenaga tersisa, walau mungkin dia tidak tahu. Atau bahkan tidak peduli. 


Aku nggak mau terjebak dalam sebuah perasaan menyesak, tapi aku tahu aku sudah berada dalam labirin itu. Ketika aku sulit untuk mencari pintu keluar, ketika aku akhirnya hanya memilih sebuah pintu yang mengarahkanku pada jurang - lagi. Oke. Jurang setelah kesekian kali. 


Aku tahu, aku sudah jenuh untuk berada dalam posisi itu. Sesosok Nona Sumbu Api yang hanya menyala dan dicari - sebagai pengganti lampu-lampu elektrikal berteknologi tinggi. 


Aku tahu. Aku lelah. Dan aku pun tahu. Tuan Telur ga akan pernah tahu. 


Aku cuma ingin membuat Tuan Telur kembali membuka senyuman di balik cangkangnya. Atau sekadar membuatnya kembali mendengar kicauan burung cantik, dan menikmati setiap embun pagi yang terasa di pelupuk mata. 


Aku cuma ingin menghangatkan sedikit bagian dari balik kulit keras itu. Memberinya semacam pelukan maya. Yang mungkin tak pernah nyata. 


Dia selalu bercerita padaku. Kisah sedih - baik yang ia lafalkan atau tidak. Hanya aku tahu, aku mencari tahu. Aku bertanya pada jerami-jerami tempatnya bersandar di malam hari. Aku juga berbincang mengintrogasi beberapa anak ayam di sekitarnya. Oh, masa lalu mengubahnya begitu drastis. 


Sebuah rasa sakit merenggut hatinya. Dan sulit untuk kembali. Susah untuk membuatnya keluar melihat dunia. Cangkangnya tetap kosong, tetapi keras. Terlampau keras. 


"Hey Tuan, kapan kamu keluar dari sana? Dan mengintipku barang sekejap saja? Sebentar lagi sumbuku mau habis, kamu masih belum mau memecahkan cangkangmu?"

Dan kembali. Nona Sumbu Api berjalan gontai. Lemah. Sebentar lagi jarak sumbunya habis. Hanya, dia tidak mengerti harus bertahan hingga kapan, hingga cangkangnya pecah, dan melirik ke arahnya barang sedikit saja.

Dia mengirimkan secarik surat bersamaan dengan pesawat-pesawat kertas yang terbang di kala hujan. Titik-titik hujan memberikannya padaku, yang masih bisa melihatnya melangkah lemah di ujung persimpangan sana.

Hey Nona Sumbu Api. Bertahan ya, bertahan. 

-penceritahujan-040612-

7 komentar: