Jumat, 30 November 2012

Nona Pesimis #1

Ruangan serba putih itu masih saja sama, seperti yang kulihat beberapa bulan lalu: kasur tiup berwarna kuning yang tergeletak di pojok kanan ruangan; meja kardus terbungkus lembaran majalah gaya hidup; poster film berukuran raksasa - nyaris seukuran dengan tubuhku; lemari portable berwarna hitam; karpet biru indigo. Tak lupa, jendela besar membuka lebar, mengundang angin sepoi-sepoi yang berebutan ingin menghangat di dalam ruang

Aku diam. Leherku seakan tercekat saat mau bersuara. Lidahku tersimpul erat. Tanganku menggenggam perangkat elektronik bernama notebook tersebut. Mataku mulai berair, tanpa diminta.

"Kamu ngapain sih?" Suara serak itu sontak mengagetkanku. Memaksaku untuk menutup layar notebook putih itu dalam hitungan detik.

Raiga sudah bangun dari mimpinya yang cukup singkat, walau pandangannya masih samar, terlebih lagi, pupilnya masih harus menyesuaikan pandangannya dengan cahaya ruangan yang minim. Raiga pasti tidak akan pernah tahu, apa yang kulakukan beberapa detik lalu.

Aku hanya membalas sapaannya itu dengan senyuman, dan gelengan kepala.

"Kamu kenapa nggak tidur? Katanya masuk pagi?" ujar Raiga lagi, sambil menggenggam tanganku erat.

"Nggak apa-apa Ga, nanti aja, nulis dulu," lantas, mataku beranjak ke layar kembali. Pura-pura menulis, padahal aku tidak bisa merangkai barang satu aksara pun.

Raiga terlelap lagi, dengan mulutnya yang setengah terbuka, tak lupa dengkurannya yang memecahkan senyap di lantai lima menara apartemen tersebut.

Aku, bagaimana dengan aku? Aku terdiam lagi. Mengusap tetes air yang berebutan memaksa keluar dari rumahnya. Sembari menghapus embun dalam permukaan luar mata, pupilku membulat, mencari-cari arsip yang tersimpan dalam notebook tersebut.

Aku melihat nama-nama wanita - entah siapa - menghiasi layar itu. Adorable, memang. Beda jauh denganku. Mereka adalah gender wanita yang dianugrahi banyak hal oleh Tuhan: cantik, bercahaya, keren, bermata bagus, dan pasti menyenangkan.

Aku seperti pohon perdu yang dibandingkan dengan beringin perkasa.

Aku seperti kursi usang, yang dibandingkan dengan accupunto berharga mahal.

Aku seperti tas koja, yang dibandingkan dengan tas kulit bermerk terkenal.

Aku seperti kue bandros yang dibandingkan dengan red velvet.

Bahkan, aku seperti air rawa, yang dibandingkan dengan air terjun nan menjulang tinggi.

Aku sama sekali bukan padanan. Kalau banyak orang melambangkannya bagai bumi dan langit, aku lebih bertentangan lagi. Seperti blackhole dan Bimasakti.

Raiga senantiasa membuat beragam mixtape mengagumkan bagi nama-nama itu. Tak lupa, Raiga juga mengilustrasikan wajah-wajah mengagumkan itu dalam bentuk grafis cantik.

Dan aku? Namaku tak pernah ada di jajaran itu. Karena aku bukanlah kaum-kaum yang termasuk dalam kategori adorable. Aku bukanlah makhluk favorit Raiga.

Karena aku, cuma jadi seseorang yang akan berdebar-debar ketika Raiga menyentuh tanganku lembut. Aku, cuma jadi seseorang yang pasti meleleh, ketika Raiga memberi pelukan hangat. Aku cuma jadi seseorang yang rela bertualang di tengah hujan, demi bertemu sesosok Raiga.

Pamrih? Tidak. Aku sama sekali tidak ingin bermaksud pamrih. Aku cuma ingin menerbitkan sebatas senyum tipis di mulut Raiga.  Dan itu saja sudah cukup.

"Hey kamu, tidur dulu,"

Raiga memecah lamunanku lagi. Kini, dia seperti setengah menarik tubuhku yang sudah lemas itu, kemudian mendekapku erat dalam pelukan hangat, lalu menyentuh pipiku perlahan. "Kamu kenapa? Cengeng, nangis mulu."

Dan sekali lagi, aku cuma menggeleng sambil beralibi, "Ini menguap, kok, bukan nangis, kali."

Aku kembali menyimpan sesakku ini dalam sebuah kotak perasaan yang paling dalam. Aku tidak ingin Raiga tahu - tepatnya antara ingin atau tidak ingin. Lalu aku memeluk Raiga erat, walau hal itu pelan-pelan menggerus hatiku. Mengoyaknya serupa daging cincang.

Aku cuma ingin Raiga bahagia.

Lalu aku bagaimana?

Entahlah.

Kukejar kau, takkan bertepi,
Menggapaimu, takkan bersambut,
Sendiri membendung rasa ini
Sementara kau membeku,
Khayalku terbuai jauh,
Pelita kecilmu mengalir pelan,
dan aku terbenam...

#np Rida Sita Dewi - Satu Bintang di Langit Kelam

-penceritahujan-

Rabu, 21 November 2012

Melamun #1

Jakarta, 21 November 2012,

Dia berkata akan menjemputku di lantai terbawah gedung tinggi menjulang. Sisi teratasnya seakan mau mencengkeram awan abu di langit gelap. Tak heran bila banyak orang menjulukinya dengan gedung pencakar langit, walau aku tak sama sekali melihat bentuk 'cakar' dari gedung itu.

Dia - yang akan menjemputku - mungkin saja ada di lantai teratas, penghujung cakar yang dimiliki oleh gedung itu. Dan aku, adalah dasar tanahnya. Masih jauh. Tak apa. Aku masih sabar.Aku duduk di dekat kali. Entah kali atau got, aku tak peduli. Yang jelas, aku memang tak sendiri. Ada tubuh hidup lainnya yang juga berdiam di taman aspal itu. Tersebar di beberapa titik tertentu dalam ruang terbuka, yang didominasi oleh rumput serta pot tanaman raksasa.

Salah satunya adalah pria ini, sang pemeluk ayunan berwarna hijau. Pria ini memiliki serabut pembuluh darah yang tampak memenuhi mata. Semakin merah, semakin menyala, sejalan dengan bagian kelopak bawah matanya yang kehitaman akibat kurang tidur. Dia mirip iblis di kartun-kartun, ujarku dalam hati. Kutambahkan tanduk tajam serta taring di giginya, dalam penglihatan mayaku. Lantas, kunamai pria itu: SAURON.  Walau pria ini tidak bermata satu, tapi nama itu sangat mencerminkan dirinya.

Sauron sebenarnya tidak jahat. Dia bahkan bukan penjahat kelas kakap. Sauron cuma orang biasa. Bahkan, hanya untuk mencuri pandang pun, Sauron tak pernah berani. Dia hanya bisa memandang langit, karena cuma langit yang akan menatapnya kembali dalam waktu yang lama. Sauron percaya, langit adalah ibunya, yang menyelimutinya kala ia terlelap. Yang menjaganya saat ia berjalan dalam gelap.

Dalam khayalanku, pada kehidupan sebelumnya, Sauron adalah seorang pangeran yang berasal dari Istana Langit. Sauron Si Ingin Tahu, demikian julukannya. Sauron sering mengintip ke arah bumi, memerhatikan irama klakson nan berisik, asap-asap polusi, hingga emosi yang memadati hati. Sauron juga mencuri pandang ke arah sebuah danau tersembunyi, dimana manusia tidak tinggal di dalamnya.

Dan akhirnya, Sauron melihat seorang penghuni bumi, yang membuatnya terpesona. Seumur hidupnya, akhirnya Si Pangeran Ingin Tahu, menghadapi sebuah kehebatan rasa penasaran. Dia tak peduli, apakah sang manusia bumi akan menyukainya atau tidak. Dia juga tak peduli, bahwa kasta, jenis bahkan spesies mereka berbeda. Sauron hanya berkata bahwa ia jatuh cinta.

Akhirnya, Sauron berjanji, akan hidup lagi sebagai manusia bumi.

Setidaknya, itulah Sauron, dalam pojok imajinasiku.

Aku tahu. Sauron sama sepertiku. Dia menanti seseorang, yang akan menjemputnya dengan senyuman ramah. Candaan hangat. Ataupun hanya sekadar mendengar kata sapa. Sauron sama. Aku pun sama.

Sudah puluhan menit, aku dan Sauron hanya berjarak 4 meter saja. Dan sudah puluhan menit, dendangan irama di telingaku silih berganti nada. Mulai dari Art Garfunkel hingga lagu Naif, telah menjadi temanku melamun serta mencorat-coret seputar cerita mengenai Sauron, siapakah Sauron, dan kenapa Sauron ada.

Aku sibuk dengan lembaran-lembaran cerita yang kubuat dalam dimensi maya, hingga akhirnya seseorang berwajah manis melambaikan tangan ke arah Sauron. Mata merah itu sekejap berganti, menjadi mata bergelimang kilauan. Berkaca-kaca. Mungkin Si Manis ini merupakan alasan mengapa Sauron turun ke bumi, dan rela berubah menjadi seseorang yang tampak seperti iblis.

Akhirnya, Sauron bertemu dengannya, dengan seseorang yang menjadi alasannya melihat langit. Menjadi alasannya berdiam seorang diri di tengah polusi ibukota.

Sedangkan aku, dimanakah alasanku berada?

Sudah tiga jam. Alasanku berdiam di taman semen belum tiba.

Entah belum tiba, atau tidak akan tiba.

-penceritahujan-

 


Jumat, 16 November 2012

Aku Cuma, Aku Hanya

Tol Cipularang, 17 November 2012,

Aku cuma seonggok truk, dan aku tak pernah mengharap kamu melihatku sebagai sebuah mobil mewah dua pintu.

Aku hanya tanaman bambu, bahkan aku tak pernah berdoa untuk berubah menjadi sesosok anthurium.

Aku juga cuma ulat bulu, aku tak pernah memohon agar kamu melihatku sebagai seekor angsa.

Aku hanya selembar uang seribu, aku tak pernah mau berubah menjadi cek satu milyar.

Aku cuma sepasang sandal jepit Swallow, dan pastinya aku tak ingin kamu melihatku sebagai sepatu Doctor Marten's.

Ya. Aku hanya sepeda kumbang usang, dengan batang berkarat kecokelatan. Bukan motor Piaggio bermesin otomatis, yang dengan warna cerahnya gagah menjajaki jalanan kota.

Karena aku cuma sebatang lilin, yang berdiri terseok-seok, lalu akhirnya mati, habis dan meleleh, karena sudah merasa hidup. Bagaimanapun, aku tak mau menjadi LED canggih, yang praktis, masa kini dan hemat energi.

Aku, hanya ingin menjadi seorang aku. Dan aku pun cuma mau, kamu melihatku sebagai seorang aku. Bukan karena aku bermata sipit, bukan karena aku menyukai cerita Perahu Kertas, bukan karena aku adalah seorang penyuka imaji dan dunia maya. Bukan karena, aku mirip sesuatu yang bukan aku.

Aku cuma ingin kamu mengingatku, sebagai seorang aku.

Dan itu saja sudah cukup.

I don't want to be seen as a doppleganger, because I don't need your doppleganger.
 
-penceritahujan-

Katanya, Nada akan Menyapa Hujan

Jakarta, 16 November 2012,

Ada yang bilang hujan itu bencana, tapi banyak juga yang berkata bahwa hujan itu anugerah.
Hujan pengundang keluhan, tetapi juga pembangkit memori. 
Hujan adalah hal yang dibenci hewan-hewan berbulu bermata manja, tapi kesukaan para katak dan penghuni ekosistem rumput. 
Hujan itu pencipta kerusakan bagi sepatu-sepatu berbahan kanvas, tetapi juga penilai ketangguhan sebuah sandal jepit kacangan. 
Hujan penghambat manusia berlibur akhir pekan, tapi juga pemberi nafkah bagi para penjaja payung jalanan. 

Hujan itu minus. Hujan itu plus.
Hujan itu menyebalkan. Hujan itu menyenangkan.
Hujan membawa kesedihan. Hujan itu mencipta kerinduan.

Hujan memaksa saya melihat segala sesuatu dari dua sisi. Dua sudut pandang. Dua pasang mata. Dua otak. Bahkan dua hati. 

Dan sebenarnya, hujan membuat saya membahana. Memaksa saya untuk tersenyum bahagia. Dan, saya tak bisa mengelak, tentunya. Hujan berhasil membuai saya, dalam sebuah euforia yang luar biasa. Mengalirkan sejuta kata tak tersurat, yang hanya sanggup melayang di tayangan salindia otak. Melambungkan sebuah imaji, akan masa lalu, sekarang, dan masa datang. Menjadi mesin waktu yang mampu berpindah-pindah, lebih hebat dari laci milik Nobita, ataupun mobil di film "Back To The Future". 

Selamat datang Musim Penghujan! Berikut, adalah beberapa list lagu awal pengiring hujan di tahun 2012 ini. Semoga bisa menemanimu menari di tengah gerimis manis! Enjoy! 

1. Mr Sonjaya - Melankoli


Suara berat dan irama akustik nan ringan menjadi salah satu semburat cahaya milik Mr Sonjaya, sebuah grup musik asal Bandung. Kombinasi lirik romantis, tapi bukan picisan, membuat para pendengarnya demikian tergila-gila, salah satunya adalah saya. Menurut seorang awam dengan wawasan musik seadanya, seperti saya, padanan manis antara kata-kata, nada dan suasana mampu menyentuh pojok memori, utamanya saat hujan tiba. 

Dari sekian banyak lagu, saya tengah dibuat jatuh cinta dengan satu judul: Melankoli. Mengapa? Kenapa bukan lagu bertajuk "Musim Penghujan" yang jelas-jelas memiliki kata "hujan" di dalamnya. Coba diintip sedikit liriknya:

Di balik indah semburat senja, aku merindukanmu,
Selepas drama melankoli cinta, aku mengharapkanmu,
Semalam angin berhembus bisikkan kepergianmu,
Di dalam hatiku berdoa, semoga tiada air mata membasahi pipi...

Rindu? Ya...sama seperti hujan, lagu ini memang menyiratkan kata "rindu". Tak salah bukan, bila saya sedang mengulang dan mengulang lagi dan mengulang lagi lagu ini?

Bisa didengar sepenggal lagunya di sini >> http://soundcloud.com/mrsonjaya

2. Banda Neira - Kau Keluhkan


Saya selalu sangat-sangat-sangat amat mencintai musik-musik bernada ringan, dengan lirik yang membuat saya tertegun, tidak to the point, tapi menyiratkan simbol dan tanda. Dan pastinya, Banda Neira - sebuah duo Nelangsa Pop berbeda latar belakang - menyuarakan diksi pintar itu dalam sebuah rangkaian irama. Ilustrasi nada. 

Alhasil, lagu bertajuk "Kau Keluhkan" ini berhasil membuat kuping saya enggan bertolak menuju irama lainnya. Mengeluh, memang menjadi satu hal naluriah bagi manusia. Tapi dengan lagu ini, Banda Neira seakan menyisipkan pesan, bahwa suatu ketika, Matahari pasti bersinar lagi. Setiap sepi pasti terisi lagi. Sebuah janji akan ditepati kembali. 

Kau keluhkan awan hitam
yang menggulung tiada surutnya.
Kau keluhkan dingin malam,
yang menusuk hingga ke tulang.

Hawa ini kau benci,
dan kau inginkan tuk segera pergi,
berdiri angkat kaki,
tiada raut riangmu di muka, pergi segera!

Kau keluhkan sunyi ini,
tanpa ada yang menemani.
Kau keluhkan risau hati,
yang tak kunjung juga berhenti.

Rasa itu kau rindu,
dan kau inginkan tuk segera tiba.
Dan kembali bermimpi
hanyut dalam hangatnya pelukan cahaya oh mentari!

Dan ingatlah pesan Sang Surya
pada manusia, malam itu,
tuk mengingatnya di saat dia tak ada
tuk mengingatnya di saat dia tak ada
tuk mengingatnya di saat dia tak ada,
esok pasti jumpa...!

Manis ya? Manis sekali. Bisa didengar lagu-lagu Banda Neira ini di sini >> http://soundcloud.com/bandaneira

3. Kla Project - Gerimis


Saya adalah seorang pecinta lagu lama. Bahkan dalam sebuah aplikasi jejaring sosial facebook saja, nilai tebakan saya akan tembang lawas jauh lebih tinggi daripada lagu hingar-bingar masa kini. Dan Kla Project merupakan salah satu musisi idola, sampai detik ini. Iramanya selalu abadi. Hal ini seperti menjadi bukti, bahwa memori akan nada yang berkualitas akan tersimpan dalam sebuah kotak ingatan, dan bisa saja keluar, terlontar sewaktu-waktu, kapanpun, dimanapun. 

Salah satu tembang favorit saya dari Kla Project adalah: Gerimis. Selain memang berkaitan dengan hujan - dimana saya adalah salah seorang penggemar berat dari hujan - seperti biasa, lirik yang berkenaan dengan cuaca, selalu melambangkan sebuah kode. Tanda. Membuat saya belajar berinterpretasi, bahwa dalam lagu ini, lagi-lagi tersiar kata rindu. Sendu.

Sekejap badai datang, mengoyak kedamaian,
Segala musnah, lalu, gerimis langitku, menangis.
Kekasih, andai saja kau mengerti,
harusnya kita mampu lewati itu semua,
dan bukan menyerah untuk berpisah...?

Sekali lagi, speechless dan tak sanggup berkata-kata. Bagi yang masih ingin mendengar lagu lawas ini, bisa diintip di youtubenya >> Klakustik - Gerimis

4. Payung Teduh - Kita adalah Sisa-sisa Keikhlasan yang Tak Diikhlaskan


Seperti biasa, suara lirih milik Is, sang vokalis, diiringi oleh komposisi nada yang lembut, pertemuan antara gitar, drum, guitalele serta contra bass, membuat waktu berjalan relatif lambat. Seperti biasa, kalimat puitis mewarnai setiap alunan nada jazz yang bereksplorasi menjadi satu dengan petikan guitalele khas keroncong. Satu kata saja: manis.

Lagu pengiring hujan bagi saya kali ini berjudul cukup panjang. Kita adalah Sisa-sisa Keikhlasan yang Tidak Diikhlaskan. Dan, niscaya, lagu ini mampu mengubah emosi seketika, membuatnya terombang-ambing dalam dunia imaji. Saat sesuatu yang harus diikhlaskan, tetapi tak pernah bisa diikhlaskan, sama sekali. Saat dua hati, hanya bisa saling berbicara dalam mimpi.


Kita tak semestinya berpijak diantara
Ragu yang tak berbatas
Seperti berdiri ditengah kehampaan
Mencoba untuk membuat pertemuan cinta

Ketika surya tenggelam
Bersama kisah yang tak terungkapkan
Mungkin bukan waktunya
Berbagi pada nestapa
Atau mungkin kita yang tidak kunjung siap

Kita pernah mencoba berjuang
Berjuang terlepas dari kehampaan ini
Meski hanyalah dua cinta
Yang tak tahu entah akan dibawa kemana

Kita adalah sisa-sisa keikhlasan
Yang tak diikhlaskan
Bertiup tak berarah
Berarah ke ketiadaan
Akankah bisa bertemu
Kelak didalam perjumpaan abadi


Ingin mendengar lagu sendu ini? Bisa intip dengar di sini >> Payung Teduh - Kita adalah Sisa-sisa Keikhlasan yang Tak Diikhlaskan

5. The Sastro - Plazamaya


Berbeda dengan tembang-tembang sebelumnya, lagu terakhir yang saya pilih sebagai pengiring musim penghujan kali ini sama sekali tidak mengandung lirik, barang satu kata pun. The Sastro, sebuah band yang didirikan oleh para lulusan Institut Kesenian Jakarta (IKJ) ini mengomposisikan karya tanpa diksi, membuat pendengarnya mampu berimajinasi dalam dimensi maya tersendiri.

Lagu berdurasi 9 menit ini mampu mengaduk-aduk emosi saya. Menghujani saya dengan sejuta pertanyaan bertubi-tubi, ataupun beribu cerita dan memori. Menemani kekosongan yang mendekam dalam otak saya, yang katanya disebut dengan writer's block. 

Percaya nggak percaya, tembang Plazamaya ini telah membantu saya menarik kembali ide-ide terselubung, yang terhimpit oleh kenangan buruk. Mampu mengundang air mata atau lamunan tanpa isi. Plazamaya, sudah menjadi teman melewati badai yang dipenuhi tanda tanya.

Penasaran dengan alunan melodi Plazamaya ini? Intip kemari! >> The Sastro - Plazamaya

---------------------

Lima lagu tanah air tersebut menjadi beberapa dari banyak lagu yang telah mengiringi permulaan musim hujan di penghujung tahun ini. Semoga hujan tahun ini mendatangkan bahagia, bukan menjadi sebuah bencana. Amin. :)

-penceritahujan-

Sabtu, 10 November 2012

Raein and Klodi : #1 Utusan Langit


illustrated by: Oktarina Lukitasari

“Klodi, maen ke bumi yuk!”
“Ogah ah, maen sama kamu mah basah!”
“Klodi kan udah biasa yah basah-basahan, orang tiap hari juga aku menunggang di atas punggung kamu kok, udah kewajiban tahu!”
“Gamau ah, Ujan! Kamu mah bau apek.”

Percakapan pagi ini dimulai dengan kegiatan tarik menarik antaraku dengan Klodiklodi. Memang, kami itu semacam pasangan yang agak ajaib. Klodi sih yang aneh. Aku mah normal, seperti layaknya hujan-hujan yang lainnya. Kalau Klodi, dia itu suka menyebut dirinya skeptis dan apatis. Selalu menjadi awan hitam, ujarnya.

“Saya lebih cocok berada di keluarga Awan Stratus daripada Kumulus, saya kan gelap dan kelabu. Betul kan, Ujan?”

Aku hanya diam. Tersenyum dan menatapnya perlahan. Mendalam. Aku yakin, percaya seratus – bahkan dua ratus persen – kalau kebaikan hati Klodi itu lebih besar dari awan-awan putih sekalipun.

***

Oh iya, kenalkan. Namaku Uja-Ujan. Aku lahir di Kerajaan Angkasa, sebuah tatar mewah dengan ruang lingkup benda-benda melayang yang masih berada di batasan atmosfer. Tepatnya, aku itu dijuluki sebagai Manusia Planet Hujan. Seperti planet yang ada di buku-buku dongeng, tapi aku nyata.

Aku, hidup sebagai utusan Raja Langit seumur nyawaku. Konon katanya, dulu, saat Raja Langit masih menjadi seorang Pangeran, dia iseng sesekali bermain mengelilingi daratan yang berada di tanah bola biru di bawah kerajaanku.

Di sana, Langit terkesima mentah-mentah oleh cantiknya tanah tersebut. Pepohonan hijau, lautan luas membentang, hingga bebatuan merah penuh cahaya. Dan alkisah, daratan cantik itu memiliki nama. Bumi, namanya.

Langit yang gagah perkasa, jatuh cinta, luluh lantah sekejap terhadap sesosok Bumi dengan kasta yang lebih rendah. Dan, sejak saat itu, Langit selalu memerhatikan Bumi dari kejauhan. Memeluknya diam-diam kala ia tertidur, membantunya berdansa memutari Matahari, dan memberikan hadiah seperti Langit Sore dan Pelangi.

Seperti di dongeng-dongeng, Langit dan Bumi pun sama-sama memendam rasa. Tak jarang Bumi menumbuhkan aneka warna bunga cantik untuk membuat Langit tersenyum. Atau memercikkan air terjun, sehingga Langit kembali berwarna biru dan merasa tenang.

Namun, rahasia itu lambat laun tercium oleh para petinggi Kerajaan. Langit dan Bumi seringkali dianggap tak sebanding. “Bumi itu ada di bawah, rendah. Kita lebih agung, Langit!” ungkap para Dewan Kerajaan kala memergoki perasaan yang dipendam Langit.

Sejak saat itu, Langit dan Bumi terpisahkan oleh jarak, kasta, tingkatan. Terbataskan oleh posisi. Tak jarang Bumi merasa sedih, merasa rindu pada Langit tapi tak tahu apa yang harus diperbuat.

Patah hati menjadi sebuah hal yang menyesakkan. Langit tak ingin tinggal diam. Lantas, ia mengutus Awan dan Hujan untuk mengantarkan surat. Dalam satu tahun, Langit mengirim 182 surat di setiap harinya sebagai tanda bahwa Langit kangen sama Bumi.

Dan itu adalah tugasku sebagai makhluk-makhluk Planet Hujan, serta tugas Klodi sebagai salah satu dari anggota keluarga Awan, yang menjadi tetanggaku di Tatar Angkasa.

Nah, kan! Aku lupa memperkenalkan Si Klodi, pasanganku yang menyebalkan ini. Dia terlahir sebagai awan pengantar hujan, yang menjadi utusan dari Sang Langit.

Anggap saja itu kebetulan. Kami bertemu di sebuah persimpangan jalan dekat Istana Langit. Aku, memang sudah lama tahu, bahwa Awan gemuruh itu namanya Klodi, dan konon katanya, dia juga sudah tahu bahwa namaku Uja-Ujan.

Mirip seperti sinetron di layar kaca manusia yang biasa aku intip waktu aku turun bertemu Bumi, aku dan Klodi berada dalam situasi yang lucu. Cinta lokasi? Nggak juga sih. Sebut saja, kami menyerupai film Serendipity yang diperankan oleh John Cusack. Aku tahu darimana? Sudah kubilang, aku itu Hujan yang bisa menempel di kaca jendela manusia, mengintip tontonan apa yang mendominasi otak mereka, tanpa mereka harus tahu.

Kali pertama kami bertemu, Klodi dan aku merupakan salah satu petugas yang baru perdana mendapat tugas mengantarkan surat rindu ke tanah Bumi. Dia menjadi pengendaranya, dan aku tentu saja menjadi pembawa surat-surat maya itu.

Shit happens, tapi rasanya buat aku hal ini sama sekali tidak terlihat seperti sebuah shit alias kotoran manusia. Hal ini lebih terlihat seperti keajaiban, bonus yang diberikan Langit atas keberanianku melakukan tugas perdana.

Klodi, kala itu mengendarai vespa kesayangannya. Lucu juga, Klodi sangat menyukai motor buatan manusia itu. Tak heran bila Langit memberikan semacam duplikatnya sebagai hadiah atas tugas perdana yang diemban olehnya. Hanya bedanya, sang vespa terbuat dari butiran-butiran kristal es yang dibentuk menggumpal seperti awan. Massa di dalamnya digerakkan oleh bantuan makhluk Planet Angin.

Tapi, duplikat mesin buatan makhluk Bumi itu mengadaptasi sifat-sifat asli dari motor tersebut, hingga sifat jeleknya. Sering mogok dan rewel. Otomatis Klodi harus super sabar menghadapinya. Tapi ya, kalau sudah suka, semua hal pun seakan terlupakan dan terbutakan.

Dan alhasil, aku menjadi salah satu korban dari mogoknya duplikat vespa milik Klodi. Tugas perdana, sekaligus pertemuan pertama aku dan Klodi ini, tak hanya diwarnai mogok. Nyasar dan salah jalan juga menghiasi perjalanan kami.

Anehnya, aku tak merasa marah, kesal atau apapun, meskipun surat yang harus kukirimkan terdiri atas beratus-ratus lembar. Ajaib. Aku merasa Langit meminta tolong pada Bumi untuk menanam bunga-bunga cantik di dunia khayalku. Menjadi bonus penghujung yang aku dapatkan. Membuatku tersenyum malu.

Akhirnya, kami sampai di rumah Bumi. Begitu Bumi nan cantik bertanya pada kami, kenapa kami sampai tersesat, kami cuma tersenyum, setengah menahan tawa. Klodi pun begitu. Walau aku nggak terlalu bisa menebak hatinya seperti apa. Tapi aku yakin, Langit juga memberi bonus yang sama pada Klodi. Perasaan ini.

Sejak itu, hadiah bunga-bunga maya dari Langit menjadi hadiah pertama, dan hadiah yang selalu aku simpan hingga kini. Dia tidak bisa layu, atau hilang menjadi bangkai. Karena ini bonus dari Langit. Iya, ini adalah bonus karena kami sama-sama utusan Langit yang menyampaikan surat rindu bagi Bumi. 

***

Di Balik Diksi: Raein and Klodi

Bandung, 11 November 2012,

Rasanya sudah berbulan-bulan saya ga menyentuh cerita ini, karena satu dan lain hal. Bukan karena saya lupa, atau sengaja melupakan. Bahkan, tadinya, saya ingin mengumpulkan cerita suka-suka ini ke dalam sebuah buku cerita. Dongeng tak bermula. Cuma bermodalkan imajinasi dan khayalan masa kecil yang terbawa-bawa hingga dewasa.

Cerita ini saya tujukan untuk hujan dan awan, rekanan sehati yang dipertemukan oleh fenomena cuaca. Karena saya dan dia, hujan dan awan, bulan dan bintang, pensil dan kertas, musik dan telinga, cahaya dan mata - ya, kami semua adalah bagian dari alam. Dan, Tuhan selalu berbicara kepada kita melalui jutaan keajaibannya yang Dia sampaikan oleh bahasa alam.

Selamat menikmati! :)

-penceritahujan- 


Menuju Sebelas

Bandung, 10 November 2012,

Biasanya, ketika membaca angka 10 terpampang jelas di jajaran kalender, saya sudah bahagia. Besok sebelas, ujar saya kala itu.

Saya, selalu menyukai angka 11. Tanggal 11, bulan 11, dan tahun 11. Bahkan, seringkali saya melihat waktu di telepon selular saya, menunjuk ke angka 11:11. Rupanya mata saya sudah berkonspirasi terlebih dahulu dengan para jam elektronik. Saya harus sering bergelut dengan angka cantik ini.

Sialan.

Selentingan tersiar cerita, bahwa manusia akan melihat apa yang ia inginkan. Saya pun begitu. Saya ingin melihat angka sebelas, karena saya menyukainya. Dan akhirnya, saya terlampau sering berpapasan dengan angka tersebut, dimanapun, kapanpun.

Rupanya, besok tanggal 11. Tapi saya masih berharap waktu di tanggal 10 November ini bertambah sekitar setengah hari lagi. Saya tidak ingin hari cepat berganti.

Bukan karena besok hari Minggu. Bukan karena waktu saya untuk menulis menjadi berkurang lagi. Bahkan, bukan karena keesokannya saya harus kembali ke ibukota lagi.

Hanya...

Ini tanggal sebelas bulan sebelas pertama saya tanpa Mama, yang pergi ke dimensi lain, tepat sembilan bulan lalu. Enggak akan ada pizza mie di atas meja. Enggak ada juga yang mengecup pipi saya halus, sembari berkata, "Anak Mama udah gede nih, kapan nikah dong?". Dan enggak ada juga yang membangunkan saya, sembari mengajak pergi ke supermarket, atau pertokoan, untuk membeli kado.

Walau Mama bukanlah orangtua yang mengagung-agungkan nilai "ulangtahun", tapi momentum seperti itu benar-benar bercokol manis dalam ingatan saya.

Rasanya, Kanne nggak mau menginjak dua lima, Ma...  

-penceritahujan-

Selasa, 06 November 2012

Percakapan Bodoh #1

Jakarta, 6 November 2012,

Yang satu sedang menyusun tugas seratus kata, dan yang satu sedang membuat cabang-cabang ide guna menyusun tugas negara. 


Tapi dua-duanya sama : hanya bertemu di dunia maya, hobi bercerita dalam jejaring sosial dan pecinta kata. 


Akhirnya, seperti biasa, beradu dalam sebuah percakapan bodoh yang cukup panjang. 


bulkydomae : selamat pagi seratus kata :)

heykandela : selamat pagi itu dua kata :D *ngerti ga?* *meracau pagi*
bulkydomae : ehh ada mba blogger :D, soalnya masih ditunggu seratus kata lagi nih buat tugas :') *selamat pagi*
heykandela : ayoo semangat berseratus kata :') seratus kata ga akan terasa kok ;) selamat pagi bung blogger!
bulkydomae : buat mba blogger sih 100 kata ga bakal berasa, secara kan penulis kondang... kalo buat sayah mah ini mah siksaan... :"""")
heykandela : bung blogger terlampau merendah :") pasti bung blogger bisa melakukannya dalam jentikan jari :D
bulkydomae : ah andaikan saja itu benar... *menjentikan jari*
heykandela : mari kita panggil om jin untuk membantu pekerjaan seratus kata *berubah jadi sangkuriang*
bulkydomae : sudah selesai 100kata nya :')
heykandela : waaah :') senangnya! Tugas negara kah? Tuh kan bung blogger bisa :')
bulkydomae : tugas akademis yg tak kunjung usai :')
heykandela : ayooo selesaikan :') biar cepat menyandang gelar akademis ;)
bulkydomae : terima kasih banyak :') *pasang iket kepala*
heykandela : *jangan lupa pake huruf kanji Jepang yang berlafal: SEMANGAT!*
bulkydomae : pake huruf arab aja *edisi jihad*
heykandela : kalo pake huruf sansekerta gimana? *edisi cinta budaya*
bulkydomae : pake cyrillic  
heykandela : pake sandi morse #edisijadul #edisitelegram
bulkydomae : pake nama pahlawan *edisi kemerdekaan*
heykandela : pake judul lagu *edisi hipster*
bulkydomae : pake nama mantan *edisi susah move on*
heykandela : pake nama teman khayalan *edisi psikopat*
bulkydomae : pake nama warga *edisi lurah*
heykandela : pake nama objek investigasi *edisi intel*
bulkydomae : pake nama downline *edisi MLM*
heykandela : pake akun MIRC *edisi tahun 2000an*
bulkydomae : pake nama kreditor *edisi lising*
heykandela : pake nomor seri material *edisi kontraktor*
bulkydomae : pake nama artis korea *edisi K-popers*
heykandela : pake nama spesies binatang *edisi zoologist*
bulkydomae : pake nama orang cerai *edisi pengadilan negeri*
heykandela : pake angka debit kredit *edisi bendahara*
bulkydomae : pake nama perusahaan pribadi *edisi bakrie*
heykandela : pake jadwal deadline *edisi pekerja tengah malam*
bulkydomae : pake nama orang tua *edisi berbakti*
heykandela : pake nomor seri henpon *edisi gadget*

....................


Berapa percakapan via twitter yang telah kami lakukan ya? Hahaha, mungkin seperti ini yang dinamakan: pertemanan virtual. *tertawa lepas*


Selamat menempuh hari, teman sesama blogger!


-penceritahujan-

Senin, 05 November 2012

Kata Per Kata #4

Aku, hanya mau menulis sesuatu yang ada di brankas rahasia dalam ingatanku,

Aku tak ingin menulis tentang roti, sup daging, ataupun mi rebus,
Aku juga tak mau melukiskan berapa botol air mineral yang kuhabiskan hari ini,
Bahkan, aku enggan bercerita mengenai terhimpitnya udara-udara di batas hidungku tadi siang.

Aku, hanya mau bercerita tentang: kamu.

Boleh?

-penceritahujan-