Kamis, 02 Agustus 2012

#30HariPersonalSoundtrack : Opening

 Jakarta, 3 Agustus 2012,

"Tuhan menciptakan manusia dengan dua telinga, dan satu mulut, kenapa coba?"
"Kenapa?"
"Karena Tuhan mau kita lebih banyak mendengar, daripada berbicara."

Penggalan percakapan antara saya dengan seorang anonim ini, tak pernah lepas dari ingatan. Mengendap perlahan, hingga akhirnya menjamur di salah satu bagian otak kecil saya. Perkataannya jelas dapat saya mengerti. Tuhan, nggak pernah menciptakan sesuatu tanpa sebuah tujuan.

Saya, merupakan salah satu dari banyak manusia yang sangat mengandalkan indera pendengaran untuk berpikir, menggali khayalan, bahkan mengingat sesuatu. Sepertinya, telah ada medan magnet yang terbentuk dengan daya tarik menarik kuat antara saya, dan gelombang suara. Tentunya, berada di frekuensi gelombang yang masih bisa didengar manusia.

Entah karena pengaruh film, usia serta bacaan yang saya miliki, musik seakan bernaung mengelilingi seluruh kehidupan saya, dari sejak saya masih berusia dini, hingga detik ini.

Musik seperti apa yang seakan menjadi soundtrack perjalanan hidup saya?

Yes, saya-sangat-mencintai-musik, meski hanya menjadi seorang pendengar, dengan wawasan yang dangkal. Musik apapun, dalam genre dan bahasa dari manapun. At least, saya paling nggak suka mengkotak-kotakkan musik dengan kata indie dan mainstream.

Well, untuk saya, orang-orang setipikal itu mungkin malah kelompok yang melihat segala sesuatunya dari satu sudut pandang saja. Padahal, apakah zaman dahulu orang mengenal istilah yang bahkan sudah tampak saru ini? Nope! Musik klasik bahkan irama tradisional adalah sebuah karya, semacam kesenian, yang membuat seorang manusia tampak abadi.

Yang menjadi masalah di sini adalah, musik mana yang benar-benar mengena di hati setiap individu. Satu hal yang saya yakini juga, selera musik itu seperti jodoh. Ada beberapa lagu yang mampu memberi daya magnet kuat pada satu orang, tetapi beda halnya bila kelak didengar oleh lain telinga. Musik itu soal hati, bukan hanya permasalahan telinga semata. 

Hal yang paling menyedihkan adalah, ketika seorang manusia menyukai sebuah musik, hanya sebagai tanda bahwa ia memiliki kelas tertentu dalam kehidupan sosial bermasyarakat. So pathetic, even you can't be honest with yourself, dear! 

Lantas, masih berkutat pada pertanyaan yang sama: musik apa saja sih yang jadi soundtrack bagi kehidupan saya?
Jawabannya bisa berupa sebuah gabungan kata: musik-musik yang mengena didengar kala berjalan seorang diri, di tengah hujan pada sore hari. Lengkap? Yes! Genre apapun. Bahasa apapun. Dan tentunya, tema apapun. Karena, sekali lagi, musik adalah soal hati, bukan? 

Jadi, selamat menikmati sajian #30HariPersonalSoundtrack dari saya, seorang Candella Sardjito, pecinta kata, memori dan euforia. Semoga berkenan! 

-penceritahujan-

3 komentar:

  1. selalu suka sama setiap penggalan kalimat yang teh kaneu tulis. hihihi :) suka sekali!

    BalasHapus
  2. ahhh icaa, makasiih :') kamuu, aku juga suka baca si Tuan Semut-nyaa :')

    BalasHapus
  3. eeh? aaaah teteh jadi malu :'') hihihi. pengen deh ketemu teu kaneu :')

    BalasHapus